Monday, 6 May 2013

sebut saja ini cerpen..


Dua Cinta

Vira
     Mataku masih terpaku menatap layar laptop. Sejam lebih aku duduk di warung makan ini. Teh manis yang kupesan hangat-hangat tadi berangsur mendingin. Tak setetes pun aku teguk. Demikian juga dengan sepiring nasi goreng seafood favoritku.
     Aku sering ke warung makan ini. Duduk berjam-jam di kursi paling pojok untuk sekedar makan sambil sesekali online gratis. Tapi apa yang tak sengaja kutemukan ketika membuka facebook mengalihkan konsentrasiku. Niat menyantap makanan yang sudah kupesan perlahan menguap, berganti penasaran yang tak berujung.
    Hatiku berdenyar. Foto hasil tag di wall seseorang teman mengajak jari-jariku menjelajah, dan berhenti di facebook seseo
rang yang amat ku kenal.
     Foto keluarga besar itu melempar ingatanku ke empat tahun lampau. Aku pernah mengenal wajah-wajah yang terpampang di foto itu. Tante Niken, mas Sandi, mas Putra, mbak Bella dan..Ivan. Tapi ada satu wajah yang tak pernah ku kenal, seorang wanita berkebaya putih yang berpose di sebelah Ivan.
    Oh, seharusnya aku yang berdiri diantara mereka untuk beberapa tahun lagi, bukan dia! Tiba-tiba kemarahan menggelegak di dadaku. Hey, kenapa aku cemburu begini? Bukankah kehidupanku saat ini sudah demikian sempurna? Aku bukan lagi Vira yang dulu, yang tidak punya apapun yang bisa dibanggakan. Sekarang aku punya semua: popularitas, keluarga tercinta, sahabat, apalagi?


Diana
    “Vira itu mantannya Ivan. Enggak nyangka, sekarang dia bisa jadi anak yang semandiri dan sesukses itu. Keren banget. Padahal dulu dia manja dan pemalu banget lho. Enggak ada tampang orang sukses sama sekali”. Mas Sandi tak henti memuji Vira, mantan calon adik iparnya kelak itu. Pujian itu membuat telingaku serasa terpanggang diatas bara. Tak hanya sekali ini aku mendengarnya. Bahkan tak segan-segan ia membicarakan si Vira itu dengan kakak iparku yang lain saat berkumpul dirumah mertua.
    “Pernah lihat siarannya yg di tv itu gak?” Mbak bela menanyai mas putra yang hobinya menonton televisi.
    “Nyesel deh, kenapa dulu enggak mati-matian membela dia ya, biar enggak jd putus sama Ivan”. Kak sandi menimpali.
   Lain waktu mbak Bella mengolok-olok suamiku.

“Bodoh kamu ,Van. Wanita seperti Vira kamu lepas. Coba enggak kamu lepas, pasti kita sekeluarga kecipratan jadi selep Batam”. Ujarnya enteng, seperti anak kecil mengolok temannya. Aku tahu maksud mbak Bella hanya bercanda. Tapi menurutku ini sudah keterlaluan.
     Aaaaarrrrrggh! Rasanya ingin sekali meremas mulutnya! Kalu tak ingat sedang hamil, mungkin kemarahanku sudah meluap-luap!




Vira
Aku mengintip facebook wanita itu, mengamati foto-fotonya. Parasnyaa cantik, kulitnya putih, tubuhnya langsing, dan pernah jadi model. Ah, pasti Ivan bangga memilikinya.
     Aku termangu  memandangi sebuah foto yang baru saja diunggah. Ivan bersanding dengan wanita itu di pelaminan. Senyum keduanya merekah dalam balutan busana pengantin. Melihat tanggal penerbitan foto itu, sepertinya mereka baru menikah.
     Perasaan emosional kembali menyusupi hatiku. Memoriku melayang pada peristiwa itu, saat tiba-tiba Ivan memutuskan untuk mengahiri hubungan kami tanpa alasan yang jelas.
    Hatiku luar biasa sakit. Bukan oleh sosoknya, melainkan karna sikapnya.
 Setelah kejadian itu, hubungan kami hancur tak bersisa. Kuputuskan untuk menutup semua akses yang bisa menghubungkan kembali komunikasi diantara kami. Semua nomor handphone yang berkaitan dengannya, seperti keluarga besar dan teman-temannya, kuhapus dari daftar kontak selulerku.
    Aku pergi dari masa lalu itu. Aku ingin melupakan semua dan memulai hidup baru tanpa harus dihantui bayang-bayang Ivan.

      Sebuah kejutan datang disaat aku telah benar-benar melupakannya. Satu malam ketika aku sedang libur panjang dirumah, tiba-tiba Ivan datang dihadapanku. Tersenyum manis. Seolah tak pernah ada masalah diantara kami. Oh, dunia seketika berubah. Seberkas pengharapan kembali hadir.
     Malam itu kami ngobrol panjang lebar di teras rumah. Saat kuceritakan tentang adikku yang terkena diabetes, Ivan menyatakan simpatinya. Ia berjanji akan membantu.
    Tak dinyana, ucapannya itu bukan sekedar basa-basi. Malam minggu setelah kunjungan sebelumnya, ia datang kembali menenteng bibit tanaman mengkudu yang memang berkhasiat untuk menyembuhkan diabetes.  Aku melambung, dia begitu perhatian dengan adikku.
    “Tanam ini di depan rumah. Gampang kok tumbuhnya”. Katanya waktu itu.
Esoknya kutanam bibit itu seperti anjurannya.  Hari-hari selanjutnya, kutunggu lagi kedatangannya. Ternyata yang kutunggu tak pernah datang lagi. Lelaki misterius itu berhasil mengaduk-aduk perasaanku, menarik ulur hatiku seperti layang-layang.
     Aku kembali menelan kekecewaan. Benih cinta yang kembali tumbuh terpaksa kubenam lagi. Tapi tidak dengan benih mengkudu pemberiannya. Tiap hari kurawat dan kusiram.
Tanaman itu terus tumbuh, subur hingga menjadi pohon yang rimbun dan berbuah lebat. Meski berkali-kali  ditebang pohon itu tetap menjulang.
     Hingga saat ini aku masih penasaran, kenapa sikap Ivan seperti itu kepadaku?
Selama empat tahun tak kudengar kabar tentangnya. Dan hari ini aku menemukannya di dunia maya.




Diana
Aku harus segera membuak facebook suamiku. Jangan-jangan dia sudah berteman dengan Vira disana. Kalau benar begitu yang terjadi akan aku blokir akun Vira dari akun facebook suamiku. Pembicaraan ketiga kakak iparku tempo hari membuat hatiku kebat-kebit.

     “aku inbox si Vira, langsung dibalas. Dia masih Vira yang dulu, tidak sombong”. Tukas mbak Bella.
     “eh aku juga lho, dia malah nitip salam buat Ivan. Ya, aku bilang add aja si Ivan nya langsung,” komentar mas Sandi.
    Ku ketik password suamiku. Aku bisa leluasa mengaksesnya karena dia tidak pernah merahasiakan pasword akunnya dariku.  Begitu lamanya terbuka, kutemukan ada 2 permintaan pertemanan yang belum di konfirmasi dan 3 pesan yang belum dibuka. Sial! Loadingnya sangat lambat!
     Cepat-cepat kuraih handphone, mencoba mengaksesnya dari sana. Huuuuuuuf lega, ternyata semua itu bukan dari Vira.

vira
Siang tadi hampir bersamaan mbak Bella dan mas Sandi mengirimiku pesan. Keduanya mengaku senang bisa bertemu lagi denganku, meski hanya melalui facebook. Yang membuat hatiku membuncah, keduanya selalu memujiku. Ah, aku merasakan kembali kehangatan antara calon adik  dan kakak ipar.
    Sebaris pesan kutulis untuk Ivan. Gerakan tanganku kembali ragu-ragu, klik kirim atau tidak? Sebenarnya isi pesanku ukan lah hal yang penting. Hanya say hello. Tapi bukankah dari sekedar sapaan bisa bberlanjut ke hal lain, bahkan perselingkuhan?
    Ah, aku terlalu membayangkan hal-hal yang tidak-tidak. Toh aku tak hendak menjalin kembali hubungan spesial yang pernah terajut. Aku hanya ingin berteman dengannya. Tapi benarkah? Bukankah dihatiku masih tertimbun masih tertimbun setitik dendam yang menunggu terlampiaskan? Bukankah tujuan akhirku ingin laki-laki itu minta maaf padaku atas sikapnya yang pernah mempora-porandakan hidupku?
     Hingga larut, hatiku masih bergulat gelisah. Handphone ku juga sudah lama terlelap karna sudah tak ada lg sms yang masuk. Sms dari kekasihku, farhan.
Kupandangi foto farhan di handphone ku lekat-lekat. Kedamaian terpancar dari wajahnya. Apakah aku rela menukar kebahagiaan yang ia hadirkan dengan penghianatan?  Meski hanya sebersit perasaan yang terbangun dari nostalgia masa lalu, apakah itu dibenarkan?
     Tiba-tiba aku merasa tak tahu diri!  Rasa bersalah seketika menyeruak, mendesak turun bulir-bulir bening yang tertahan di pelupuk mata. Aku berdosa beberapa hari ini membiarkan rasa itu menyelinap dalam egoku. Aku harus mengenyahkannya malam ini!

Diana
“Dia sudah menjadi masa laluku, Dian. Sekarang masa depanku adalah kamu kumohon percayalah!” Ivan berlutut dihadapanku.
    Aku bergeming, kuusap lelehan air mata yang membasahi pipiku. Orang bilang, wanita hamil itu sensitif, mudah meledak-ledak karena hal sepele. Ya, mungkin ini karena kehamilanku.
    kugenggam tangan Ivan, “semoga aku bisa mempercayaimu selamanya,” harapku.

Vira
Kumasuki hotel mewah itu dengan tergesa. Sepatu hak tinggi yang kukenakan membuatku tak leluasa berlari. Aku nyaris terlambat datang ke acara ulang tahun Ica, sahabat karibku semasa SMP dulu.
      BRUK! Tubuhku menabrak seseorang . “maaf,” spontan kulontarkan kata itu tanpa melihat siapa yang kutabrak. Tetapi, ups, dia menarik pergelangan tanganku.
    “Vira?” refleks aku menoleh ke asal suara.
sesosok laki-laki yang beberapa hari ini menghantui benakku, kini berdiri di hadapanku .
     “Ivan?”
    Mata kami bertumbukan. Dan seperti adegan sinetron, sejenak kami sama-sama mematung.
Ivan tak berubah, hanya bertambah tinggi dan semakin gagah. Wajahnya  masih seperti dulu, baby face kata teman-temanku. Dan rasanya aku masih tidak percaya kalau Ivan sudah menikah di usia semuda itu.
    “Sendirian?” tanyanya kemudian.
    “Ya,” jawabku tergagap. Tak menyangka bisa bertemu denganmu ditempat ini. Kamu?”
    “Itu istriku, telunjuknya mengarah ke seorang wanita hamil yang tengah duduk dikursi. Mulutku mengatup rapat. Diakah wanita beruntung itu?
    “Aku mendengar banyak hal tentangmu. Selamat ya,” Ivan menukas kembali. Aku mengangguk terharu.
     “Aku juga...minta maaf pernah menyakitimu”.

Aliran darahku seketika seolah membeku. Pernyataan inilah yang kutunggu-tunggu selama bertahun-tahun!
    “Aku juga heran, kenapa saat itu aku begitu gegabah dan tidak berperasaan,” lanjutnya.

Aku tersenyum. Perlahan kutarik tanganku dari genggamannya. Aku berusaha mengikhlaskan semuanya.
    “Vira, kamu luar biasa. Aku bangga pernah menjadi seseorang dihatimu,” ungkapnya lirih.

aku menunduk menghindari tatapan mata elangnya. susah payah kutahan genangan air dimataku.
cukup! aku harus segera berlalu dari hadapannya.

"terimakasih, salam ke istri ya," balasku terburu.



Begitu membalikkan badan, genangan air itu pun tumpah.




No comments:

Post a Comment